Senin, 31 Oktober 2011

SKALA KEKERASAN MINERAL

SKALA KEKERASAN MINERAL


Mineral
Komposisi Penyusun
(Mg3Si4O10(OH)2)
(CaSO4·2H2O)
(CaCO3)
(CaF2)
(Ca5(PO4)3(OH-,Cl-,F-)
(KAlSi3O8)
(SiO2)
(Al2SiO4(OH-,F-)2)
(Al2O3)
(C)

Senin, 17 Oktober 2011

ANALISIS KASUS PERUSAHAAN TAMBANG DIBIDANG VENTILASI DI NEGARA INDONESIA (PT. FREEPORT INDONESIA )


1. Definisi Ventilasi Ventilasi Tambang adalah suatu kegiatan yang memasukan udara bersih dari atas permukaan secara paksa guna memenuhi kebutuhan udara di bawah tanah untuk menunjang proses produksi, juga sebagai pengatur sirkulasi udara dibawah tanah. Mengencerkan dan menyingkirkan berbagai macam gas, terutama metan, yang muncul didalam tambang bawah tanah. Menyediakan udara segar yang diperlukan untuk pernapasan pekerja. Menyediakan udara yang diperlukan untuk mengendalikan peningkatan temperatur tambang bawah tanah akibat panas bumi, panas oksidasi dan lain-lain. 


Saluran Ventilasi Bagian utama dari suatu ventilasi tambang adalah kipas / fan peniup angin kedalam tanah, ada dua system fan, yakni sitem hembus dan system tarik. Tidak berbeda dengan perumpamaan kita meniup lilin, sitem hembus adalah kita meniupkan angin / udara kedalam lubang tambang kita, sedangkan system tarik adalah dimana kita menarik udara dalam tanah keluar seperti kita menghirup udara / menyedok udara dari dalam tambang ke luar tambang. Foto 2 Main Fan Ventilasi Main fan ini berfungsi untuk menyalurkan udara – udara dari luar menuju bagian terowongan bawah tanah diantaranya : 



• Ramp, jalan masuk ini berbentuk spiral atau melingkar mulai dari permukaan tanah menuju kedalaman yang dimaksud. Ramp biasanya digunakan untuk jalan kendaraan atau alat-alat berat menuju dan dari bawah tanah. 



• Shaft, yang berupa lubang tegak (vertikal) yang digali dari permukaan menuju cadangan mineral. Shaft ini kemudian dipasangi semacam lift yang dapat difungsikan mengangkut orang, alat, atau bijih. 



• Adit, yaitu terowongan mendatar (horisontal) yang umumnya dibuat disisi bukit atau pegunungan menuju ke lokasi bijih. 



Keseluruh bagian tambang bawah tanah itu harus benar – benar di suplai udara yang cukup, selain untuk mempermudah para pekerja untuk bernafas, ventilasi tambang juga berguna untuk menghilangkan unwanted gases / udara – udara yang tidak berbahaya baik yang sifatnya explosive ( mudah meledak ) maupun toxic ( beracun ) diantaranya gas gas yang diinginkan adalah 

: • O2 ( Oxygen )

• N2 ( Nitrogen )

Sedangkan yang tidak diinginkan adalah :

• CH4 ( Methane )

• CO2 ( Carbondioxide ) •

CO ( Carbonmonoxide) •

H2S ( Hydrogen Supphide )

• NOx

Ada beberapa Istilah dalam dunia Ventilasi tambang diantaranya

• Firedamp artinya jika didalam tambang terdapat campuran CH4

• Chooke damp artinya jika didalam tambang terdapat campuran CO2

• White damp artinya jika didalam tambang terdapat campuran CO

• Black damp artinya jika didalam tambang terjadi campuran antara CO2 dan N2

• After damp artinya jika didalam tambang terdapat campuran antara CO, CO2 dan N2

Metan terdapat di semua lapisan batubara, terbentuk bersamaan dengan pembentukan batubara itu sendiri. Di tambang batubara bawah tanah, udara yang mengandung 5-15% metan dan sekurangnya 12.1% oksigen akan meledak jika terkena percikan api. Selain gas yang berbahaya, ventilasi tambang juga betujuan untuk mengurangi debu yang dihasilkan dalam proses penambangan bawah tanah, diantanya adalah debu silikat yakni debu yang mengandung unsure silikat yang tinggi yang berbahaya bagi kesehatan Silika antara lain terkandung di batu granit, batu pasir, sebagian batubara dan bijih logam. Dalam jangka lama, seorang yang terpapar debu silika dapat menderita silicosis. Silicosis merupakan penyakit yang ditandai dengan napas pendek, demam, dan cyanosis. 

Fan yang ada di PTFI ada 5 buah yang masing masing memiliki kekuatan sembur angin 1.000 hp Fan ini berjenis centrifugal, dimana arah angin yang dihisap tegak lurus dari arah angin yang dikeluarkan. Ventilasi Underground PT Freeport Indonesia (PTFI) melakukan pemantauan kualitas ventilasi seperti gas berbahaya, kandungan debu dan partikel berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja. PTFI memiliki satu laboratorium Ventilasi yang berlokasi di OB2 Mill MP74 pada tahun 2005. melakukan pengambilan sekitar 30 - 40 sample debu per bulan atau 360 – 480 sample per tahun, diambil di area di tambang bawah tanah. Selain Udara, debu di PTFI juga dikontrol untuk mencegah debu silikat yang terhirup para karyawan PTFI mengetahui kadar silika pada suatu area kerja. Jika ditemukan kadar diatas ambang batas, tindakan perbaikan harus dilakukan. Selain itu karyawan PTFI dilengkapi dengan APD ( Alat Pelindung diri ) yang sangat lengkap guna menjaga keselamatan dan kesehatan para pekerja di PTFI 




DAFTAR PUSTAKA 

• http://syafrilhernendi.com/2009/04/10/gas-metan-si-gampang-meledak/
• http://syafrilhernendi.com/2009/03/16/tambang-bawah-tanah/
• http://syafrilhernendi.com/2009/05/09/debu-silika-si-biang-silicosis/
• http://mataratu.blogspot.com/2010/06/ventilasi-tambang-bawah-tanah.html
• http://miningforce.blogspot.com/2010/09/main-fan-kipas-utama-bagian-penting-di.html
• http://www.ptfi.com/news/ebk/gen_ebk.asp?ed=20110620
• http://www.ptfi.com/news/ebk/gen_ebk.asp?ed=20080612
• http://www.ptfi.com/news/ebk/gen_ebk.asp?ed=20071105

Jumat, 04 Maret 2011

Teori - teori dalam geologi

Ada banyak teori yang berkembang di dalam geologi. Teori ini muncul untuk menjawab semua rasa keingin tahuan manusia dan rasa ketidak puasan manusia terhadap teori yang ada.

Teori ini berkembang sejalan dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Bumi, te,pat kita hidup sekarang mempunyai banyak misteri. Untuk membuka sedikit misteri ini maka para ahli geologi dengan kolaborasi teknologi mengembangkan berbagai macam teori.

Teori tersebut seperti yang dijelaskan berikut.


Teori Geosinklin

Teori geosinklin menyatakan bahwa suatu daerah sempit pada kerak bumi mengalami depresi selama beberapa waktu sehingga terendapkan secara ekstrim sedimen yang tebal. Proses pengendapan ini menyebabkan subsidence (penurunan) pada dasar cekungan. Endapan sedimen yang tebal dianggap berasal dari sedimen akibat proses orogenesa yang membentuk pengunungan lipatan dan selama proses ini endapan sedimen yang telah terbentuk akan mengalami metamorfosa.

Batuan yang terdeformasi didalamnya dijelaskan sebagai akibat menyempitnya cekungan karena terus menurunnya cekungan, sehingga batuan terlipat dan tersesarkan. Pergerakan yang terjadi adalah pergerakan vertikal akibat gaya isostasi.

Teori ini mempunyai kelemahan tidak mampu menjelaskan asal-usul aktivitas vulkanik dengan baik dan logis. Keteraturan aktivitas vulkanik sangatlah tidak bisa dijelaskan dengan teori geosinklin.

Pada intinya, golongan ilmuwan menganggap bahwa gaya yang bekerja pada bumi merupakan gaya vertical. Artinya, semua deformasi yang terjadi diakibatkan oleh gaya utama yang berarah tegak lurus dengan bidang yang terdeformasi.



Teori Continental Drift

Tahun 1912, Alfred Wegener seorang ahli meteorologi Jerman mengemukakan konsep Pengapungan Benua (Continental drfit). Dalam The Origin of Continents and Oceans. Hipotesa utamanya adalah satu “super continent” yang disebut Pangaea (artinya semua daratan) yang dikelilingi oleh Panthalassa (semua lautan). Selanjutnya, hipotesa ini mengatakan 200 juta tahun yang lalu Pangaea pecah menjadi benua-benua yang lebih kecil. Dan kemudian bergerak menuju ke tempatnya seperti yang dijumpai saat ini.

Beberapa ilmuwan dapat menerima konsep ini namun sebagian besar lainnya tidak dapat membayangkan bagaimana satu massa benua yang besar dapat mengapung di atas bumi yang padat dan mengapa harus terjadi serta, pemahaman para ilmuwan bahwa gaya yang bekerja pada bumi adalah gaya vertical. Bagaimana mungkin gaya vertical ini bisa menyebabkan benua yang besar tersebut pecah. Pada masa itu belum dijumpai bukti-bukti yang meyakinkan. Wegener mengumpulkan bukti lainnya berupa kesamaan garis pantai, persamaaan fosil, struktur dan batuan. Namun, tetap saja usaha Wegener sia-sia. Karena Wagener tidak mampu menjelaskan dan meyakinkan para ahli bahwa gaya utama yang bekerja adalah gaya lateral bukan gaya vertical.



Teori Sea Floor Spreading

Teori pergerakan lempeng yang dinyatakan Wegener telah dilupakan orang. Namun pada tahun 1929 pakar geologi Inggris, Arthur Holmes melontarkan teori mengenai gaya konveksi inti bumi, yang mampu menerangkan mekanisme gerakan lempeng tektonik dari Wegener.

Menurut Holmes pergerakan (1931,1944) lempeng-lempeng benua akibat dari:

Ø Arus koveksi di dalam mantel bumi. Dan benua dianggap sebagai bongkah-bongkah pasif yang menumpang di atas arus konveksi tersebut dan bergerak secara bebas.

Ø Pungung tengah samudra (Mid Ocenic Ridge) merupakan tempat naiknya arus konveksi dari mantel ke permukaan. Palung samudra (Trench) merupakan tempat arus konveksi masuk kedalam mantel.

Daya penggerak utama yang bekerja dalam mekanisme pergerakan lempeng ialah :

1. Slab - pull
2. Push ridge

c. Basal drag

Pembuktian teori Wegener dilakukan pada tahun 1960, oleh pakar geologi AS Harry Hess. Ketika itu, Hess melakukan penelitian terhadap rangkaian gunung api di bawah Samudra Atlantik yang dijuluki “mid ocean ridge“ atau lazim dikenal sebaai zona pemekaran dasar samudra, yang ditemukan tahun 1953. Pada tahun 1960, Hess mempublikasikan hasil penelitiannya yang berisi hipotesa bahwa dasar samudera terus mengembang akibat aktivitas magmatis dari inti bumi dengan kecepatan luncuran 1,5-10 cm per tahun atau kira-kira 100 km per 10 juta tahun.

Teori tektonik lempeng

Pada tahun 1960-an terkumpul berbagai macam data yang memperlihatkan bahwa benua itu berpindah. Sejak itu berkembanglah teori tektonik lempeng.

Tektonik lempeng menjelaskan hubungan antara deformasi lapisan luar bumi skala besar dengan pergerakan lempeng/plates diatas selubung yang plastis Lithosfer dan dan astenosfer. Teori ini berprinsip bahwa gaya utama yang bekerja pada bumi adalah gaya lateral sedangkan gaya vertical juga ikut bekerja namun bukan gaya utamanya.

Kerak dan selubung bumi bagian atas bersifat padat dan disebut lithosfer. Ketebalan lithosfer tidak sama di seluruh bagian permukaan bumi. Lapisan dibawah lithosfer adalah astenosfer yang lapisannya bersifat lentur, tidak kaku atau plastis. Plastisitas bagian atas lapisan ini disebabkan sifatnya yang hampir lebur. Litosfer bergerak dan mengapung di atas astenosfer.

Litosfer terdiri dari lempeng samudera dan lempeng benua. Akibat dari pergerakan lempeng-lempeng inilah mengakibatkan terjadinya peristiwa tumbukan (konvergen), pemisahan (divergen) dan gesekan (strike-slip/ transform) antar lempeng.


Teori Fixisme

Di penghujung abad ke-18 dan permulaan abad ke-19, seorang ilmuwan ilmu alam berkebangsaan Prancis yang bernama Cuvier melontarkan sebuah teori tentang penciptaan makhluk hidup. Ia berkeyakinan bahwa makhluk hidup muncul selama masa yang beraneka ragam dalam tataran geologi. Lantaran revolusi-revolusi besar dan tiba-tiba yang pernah terjadi di permukaan bumi, seluruh makhluk hidup itu musnah. Setelah itu, Tuhan menciptakan kelompok binatang baru dalam bentuk yang lebih sempurna. Periode-periode makhluk selanjutnya juga muncul dengan cara yang serupa. Teori ini dalam ilmu Geologi dikenal dengan nama Catastrophisme; yaitu revolusi besar di permukaan bumi. Ia mengingkari seluruh jenis hubungan kefamilian antara makhluk hidup pada masa kini dan makhluk-makhluk yang pernah hidup sebelumnya. Ia meyakini teori Fixisme.



Ketika menjelaskan realita ini, Dampyer menulis, “Teori pertama yang sangat mengena dan begitu logis adalah teori Lamarck (1744 – 1829 M.). Ia menekankan bahwa faktor evolusi (makhluk hidup) adalah perubahan-perubahan menumpuk (accumulated transformations) yang disebabkan oleh faktor lingkungan hidup dan dimiliki oleh setiap makhluk hidup dengan cara warisan. Menurut Buffon, pengaruh perubahan lingkungan hidup terhadap komposisi seseorang sangat minimal. Tetapi Lamarck berkeyakinan bahwa jika perubahan-perubahan yang diperlukan dalam tindakan bersifat permanen, maka seluruh perubahan itu akan mengubah seluruh anggota tubuh yang telah kuno, atau jika tubuh membutuhkan sebuah anggota baru, maka perubahan itu akan menciptakannya.

Pada intinya, teori ini menjelaskan bahwa gaya yang bekerja pada bumi adalah gaya lateral.



Teori undasi

Terlipat dan mengalami gliding
Teori undasi dikemukakan oleh Van Bemmelen, teori ini menjelaskan terjadinya pelengseran batuan (gliding tectonics)

Kamis, 13 Januari 2011

Genesa Nikel 3

NIKEL LATERIT


Batuan induk bijih nikel adalah batuan peridotit. Menurut Vinogradov batuan ultra basa rata-rata mempunyai kandungan nikel sebesar 0,2 %. Unsur nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi kristal mineral olivin dan piroksin, sebagai hasil substitusi terhadap atom Fe dan Mg. Proses terjadinya substitusi antara Ni, Fe dan Mg dapat diterangkan karena radius ion dan muatan ion yang hampir bersamaan di antara unsur-unsur tersebut. Proses serpentinisasi yang terjadi pada batuan peridotit akibat pengaruh larutan hydrothermal, akan merubah batuan peridotit menjadi batuan serpentinit atau batuan serpentinit peroditit. Sedangkan proses kimia dan fisika dari udara, air serta pergantian panas dingin yang bekerja kontinu, menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk.
Pada pelapukan kimia khususnya, air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara dan pembusukan tumbuh-tumbuhan menguraikan mineral-mineral yang tidak stabil (olivin dan piroksin) pada batuan ultra basa, menghasilkan Mg, Fe, Ni yang larut; Si cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel silika yang sangat halus. Didalam larutan, Fe teroksidasi dan mengendap sebagai ferri-hydroksida, akhirnya membentuk mineral-mineral seperti geothit, limonit, dan haematit dekat permukaan. Bersama mineral-mineral ini selalu ikut serta unsur cobalt dalam jumlah kecil.
Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si terus menerus kebawah selama larutannya bersifat asam, hingga pada suatu kondisi dimana suasana cukup netral akibat adanya kontak dengan tanah dan batuan, maka ada kecenderungan untuk membentuk endapan hydrosilikat. Nikel yang terkandung dalam rantai silikat atau hydrosilikat dengan komposisi yang mungkin bervariasi tersebut akan mengendap pada celah-celah atau rekahan-rekahan yang dikenal dengan urat-urat garnierit dan krisopras. Sedangkan larutan residunya akan membentuk suatu senyawa yang disebut saprolit yang berwarna coklat kuning kemerahan. Unsur-unsur lainnya seperti Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa kebawah sampai batas pelapukan dan akan diendapkan sebagai dolomit, magnesit yang biasa mengisi celah-celah atau rekahan-rekahan pada batuan induk. Dilapangan urat-urat ini dikenal sebagai batas petunjuk antara zona pelapukan dengan zona batuan segar yang disebut dengan akar pelapukan (root of weathering).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan bijih nikel laterit ini adalah:
1. Batuan asal. Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel laterit, macam batuan asalnya adalah batuan ultra basa. Dalam hal ini pada batuan ultra basa tersebut: – terdapat elemen Ni yang paling banyak diantara batuan lainnya – mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil, seperti olivin dan piroksin – mempunyai komponen-komponen yang mudah larut dan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.
2. Iklim. Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan.
3. Reagen-reagen kimia dan vegetasi. Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2 memegang peranan penting didalam proses pelapukan kimia. Asam-asam humus menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat merubah pH larutan. Asam-asam humus ini erat kaitannya dengan vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan: • penetrasi air dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan • akumulasi air hujan akan lebih banyak • humus akan lebih tebal Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana hutannya lebat pada lingkungan yang baik akan terdapat endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi mekanis.
4. Struktur. Struktur yang sangat dominan yang terdapat didaerah Polamaa ini adalah struktur kekar (joint) dibandingkan terhadap struktur patahannya. Seperti diketahui, batuan beku mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih memudahkan masuknya air dan berarti proses pelapukan akan lebih intensif.
5. Topografi. Keadaan topografi setempat akan sangat mempengaruhi sirkulasi air beserta reagen-reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan sehingga akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi andapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada daerah yang curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur (run off) lebih banyak daripada air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan kurang intensif.
6. Waktu. Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi.
Profil nikel laterit keseluruhan terdiri dari 4 zona gradasi sebagai berikut :
1. Iron Capping : Merupakan bagian yang paling atas dari suatu penampang laterit. Komposisinya adalah akar tumbuhan, humus, oksida besi dan sisa-sisa organik lainnya. Warna khas adalah coklat tua kehitaman dan bersifat gembur. Kadar nikelnya sangat rendah sehingga tidak diambil dalam penambangan. Ketebalan lapisan tanah penutup rata-rata 0,3 s/d 6 m. berwarna merah tua, merupakan kumpulan massa goethite dan limonite. Iron capping mempunyai kadar besi yang tinggi tapi kadar nikel yang rendah. Terkadang terdapat mineral-mineral hematite, chromiferous.
2. Limonite Layer : Merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan beku ultrabasa. Komposisinya meliputi oksida besi yang dominan, goethit, dan magnetit. Ketebalan lapisan ini rata-rata 8-15 m. Dalam limonit dapat dijumpai adanya akar tumbuhan, meskipun dalam persentase yang sangat kecil. Kemunculan bongkah-bongkah batuan beku ultrabasa pada zona ini tidak dominan atau hampir tidak ada, umumnya mineral-mineral di batuan beku basa-ultrabasa telah terubah menjadi serpentin akibat hasil dari pelapukan yang belum tuntas. fine grained, merah coklat atau kuning, lapisan kaya besi dari limonit soil menyelimuti seluruh area. Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal, dan sempat hilang karena erosi. Sebagian dari nikel pada zona ini hadir di dalam mineral manganese oxide, lithiophorite. Terkadang terdapat mineral talc, tremolite, chromiferous, quartz, gibsite, maghemite.
3. Silika Boxwork : putih – orange chert, quartz, mengisi sepanjang fractured dan sebagian menggantikan zona terluar dari unserpentine fragmen peridotite, sebagian mengawetkan struktur dan tekstur dari batuan asal. Terkadang terdapat mineral opal, magnesite. Akumulasi dari garnierite-pimelite di dalam boxwork mungkin berasal dari nikel ore yang kaya silika. Zona boxwork jarang terdapat pada bedrock yang serpentinized.
4. Saprolite : Zona ini merupakan zona pengayaan unsur Ni. Komposisinya berupa oksida besi, serpentin sekitar <0,4% kuarsa magnetit dan tekstur batuan asal yang masih terlihat. Ketebalan lapisan ini berkisar 5-18 m. Kemunculan bongkah-bongkah sangat sering dan pada rekahan-rekahan batuan asal dijumpai magnesit, serpentin, krisopras dan garnierit. Bongkah batuan asal yang muncul pada umumnya memiliki kadar SiO2 dan MgO yang tinggi serta Ni dan Fe yang rendah. campuran dari sisa-sisa batuan, butiran halus limonite, saprolitic rims, vein dari endapan garnierite, nickeliferous quartz, mangan dan pada beberapa kasus terdapat silika boxwork, bentukan dari suatu zona transisi dari limonite ke bedrock. Terkadang terdapat mineral quartz yang mengisi rekahan, mineral-mineral primer yang terlapukkan, chlorite. Garnierite di lapangan biasanya diidentifikasi sebagai kolloidal talc dengan lebih atau kurang nickeliferous serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.
5. Bedrock : bagian terbawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah yang lebih besar dari 75 cm dan blok peridotit (batuan dasar) dan secara umum sudah tidak mengandung mineral ekonomis (kadar logam sudah mendekati atau sama dengan batuan dasar). Batuan dasar merupakan batuan asal dari nikel laterit yang umumnya merupakan batuan beku ultrabasa yaitu harzburgit dan dunit yang pada rekahannya telah terisi oleh oksida besi 5-10%, garnierit minor dan silika > 35%. Permeabilitas batuan dasar meningkat sebanding dengan intensitas serpentinisasi.Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi oleh mineral garnierite dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab adanya root zone yaitu zona high grade Ni, akan tetapi posisinya tersembunyi.


GENESA ENDAPAN NIKEL LATERIT



1. Endapan Nikel Laterit
Endapan nikel laterit merupakan bijih yang dihasilkan dari proses pelapukan batuan ultrabasa yang ada di atas permukaan bumi. Istilah Laterit sendiri diambil dari bahasa Latin “later” yang berarti batubata merah, yang dikemukakan oleh M. F. Buchanan (1807), yang digunakan sebagai bahan bangunan di Mysore, Canara dan Malabr yang merupakan wilayah India bagian selatan. Material tersebut sangat rapuh dan mudah dipotong, tetapi apabila terlalu lama terekspos, maka akan cepat sekali mengeras dan sangat kuat.
Smith (1992) mengemukakan bahwa laterit merupakan regolith atau tubuh batuan yang mempunyai kandungan Fe yang tinggi dan telah mengalami pelapukan, termasuk di dalamnya profil endapan material hasil transportasi yang masih tampak batuan asalnya.
Sebagian besar endapan laterit mempunyai kandungan logam yang tinggi dan dapat bernilai ekonomis tinggi, sebagai contoh endapan besi, nikel, mangan dan bauksit.
Dari beberapa pengertian bahwa laterit dapat disimpulkan merupakan suatu material dengan kandungan besi dan aluminium sekunder sebagai hasil proses pelapukan yang terjadi pada iklim tropis dengan intensitas pelapukan tinggi. Di dalam industri pertambangan nikel laterit atau proses yang diakibatkan oleh adanya proses lateritisasi sering disebut sebagai nikel sekunder.
2. Ganesa Pembentukan Endapan Nikel Laterit
Proses pembentukan nikel laterit diawali dari proses pelapukan batuan ultrabasa, dalam hal ini adalah batuan harzburgit. Batuan ini banyak mengandung olivin, piroksen, magnesium silikat dan besi, mineral-mineral tersebut tidak stabil dan mudah mengalami proses pelapukan.
Proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik (peridotit, dunit, serpentinit), dimana batuan ini banyak mengandung mineral olivin, piroksen, magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya mengandung 0,30 % nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritik (Boldt ,1967).
Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan silika dari profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam, hangat dan lembab serta membentuk konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co (Rose et al., 1979 dalam Nushantara 2002).
Menurut Hasanudin,dkk, 1992, air permukaan yang mengandung CO2 dari atmosfir dan terkayakan kembali oleh material – material organis di permukaan meresap ke bawah permukaan tanah sampai pada zona pelindian, dimana fluktuasi air tanah berlangsung. Akibat fluktuasi ini air tanah yang kaya CO2 akan kontak dengan zona saprolit yang masih mengandung batuan asal dan melarutkan mineral – mineral yang tidak stabil seperti olivin / serpentin dan piroksen. Mg, Si dan Ni akan larut dan terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan memberikan mineral – mineral baru pada proses pengendapan kembali .Endapan besi yang bersenyawa dengan oksida akan terakumulasi dekat dengan permukaan tanah, sedangkan magnesium, nikel dan silika akan tetap tertinggal di dalam larutan dan bergerak turun selama suplai air yang masuk ke dalam tanah terus berlangsung. Rangkaian proses ini merupakan proses pelapukan dan pelindihan/leaching.
Pada proses pelapukan lebih lanjut magnesium (Mg), Silika (Si), dan Nikel (Ni) akan tertinggal di dalam larutan selama air masih bersifat asam . Tetapi jika dinetralisasi karena adanya reaksi dengan batuan dan tanah, maka zat – zat tersebut akan cenderung mengendap sebagai mineral hidrosilikat (Ni-magnesium hidrosilicate) yang disebut mineral garnierit [(Ni,Mg)6Si4O10(OH)8] atau mineral pembawa Ni (Boldt, 1967).
Adanya suplai air dan saluran untuk turunnya air, dalam hal berupa kekar, maka Ni yang terbawa oleh air turun ke bawah, lambat laun akan terkumpul di zona air sudah tidak dapat turun lagi dan tidak dapat menembus batuan dasar(bedrock). Ikatan dari Ni yang berasosiasi dengan Mg, SiO dan H akan membentuk mineral garnierit dengan rumus kimia (Ni, Mg) Si4O5(OH)4. Apabila proses ini berlangsung terus menerus, maka yang akan terjadi adalah proses pengkayaan supergen/supergen enrichment. Zona pengkayaan supergen ini terbentuk di zona Saprolit. Dalam satu penampang vertikal profil laterit dapat juga terbentuk zona pengkayaan yang lebih dari satu, hal tersebut dapat terjadi karena muka air tanah yang selalu berubah-ubah, terutama tergantung dari perubahan musim.
Di bawah zona pengkayaan supergen terdapat zona mineralisasi primer yang tidak terpengaruh oleh proses oksidasi maupun pelindihan, yang sering disebut sebagai zona batuan dasar (bed rock). Biasanya berupa batuan ultramafik seperti Peridotit atau Dunit.

Genesa Nikel 2

GENESA ENDAPAN NIKEL LATERIT



1. Endapan Nikel Laterit
Endapan nikel laterit merupakan bijih yang dihasilkan dari proses pelapukan batuan ultrabasa yang ada di atas permukaan bumi. Istilah Laterit sendiri diambil dari bahasa Latin “later” yang berarti batubata merah, yang dikemukakan oleh M. F. Buchanan (1807), yang digunakan sebagai bahan bangunan di Mysore, Canara dan Malabr yang merupakan wilayah India bagian selatan. Material tersebut sangat rapuh dan mudah dipotong, tetapi apabila terlalu lama terekspos, maka akan cepat sekali mengeras dan sangat kuat.
Smith (1992) mengemukakan bahwa laterit merupakan regolith atau tubuh batuan yang mempunyai kandungan Fe yang tinggi dan telah mengalami pelapukan, termasuk di dalamnya profil endapan material hasil transportasi yang masih tampak batuan asalnya.
Sebagian besar endapan laterit mempunyai kandungan logam yang tinggi dan dapat bernilai ekonomis tinggi, sebagai contoh endapan besi, nikel, mangan dan bauksit.
Dari beberapa pengertian bahwa laterit dapat disimpulkan merupakan suatu material dengan kandungan besi dan aluminium sekunder sebagai hasil proses pelapukan yang terjadi pada iklim tropis dengan intensitas pelapukan tinggi. Di dalam industri pertambangan nikel laterit atau proses yang diakibatkan oleh adanya proses lateritisasi sering disebut sebagai nikel sekunder.
2.
Ganesa Pembentukan Endapan Nikel Laterit
Proses pembentukan nikel laterit diawali dari proses pelapukan batuan ultrabasa, dalam hal ini adalah batuan harzburgit. Batuan ini banyak mengandung olivin, piroksen, magnesium silikat dan besi, mineral-mineral tersebut tidak stabil dan mudah mengalami proses pelapukan.
Faktor kedua sebagai media transportasi Ni yang terpenting adalah air. Air tanah yang kaya akan CO2, unsur ini berasal dari udara luar dan tumbuhan, akan mengurai mineral-mineral yang terkandung dalam batuan harzburgit tersebut. Kandungan olivin, piroksen, magnesium silikat, besi, nikel dan silika akan terurai dan membentuk suatu larutan, di dalam larutan yang telah terbentuk tersebut, besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida.
Endapan ferri hidroksida ini akan menjadi reaktif terhadap air, sehingga kandungan air pada endapan tersebut akan mengubah ferri hidroksida menjadi mineral-mineral seperti goethite (FeO(OH)), hematit (Fe2O3) dan cobalt. Mineral-mineral tersebut sering dikenal sebagai “besi karat”.

Endapan ini akan terakumulasi dekat dengan permukaan tanah, sedangkan magnesium, nikel dan silika akan tetap tertinggal di dalam larutan dan bergerak turun selama suplai air yang masuk ke dalam tanah terus berlangsung. Rangkaian proses ini merupakan proses pelapukan dan leaching. Unsur Ni sendiri merupakan unsur tambahan di dalam batuan ultrabasa. Sebelum proses pelindihan berlangsung, unsur Ni berada dalam ikatan serpentine group. Rumus kimia dari kelompok serpentin adalah X2-3 SiO2O5(OH)4, dengan X tersebut tergantikan unsur-unsur seperti Cr, Mg, Fe, Ni, Al, Zn atau Mn atau dapat juga merupakan kombinasinya.
Adanya suplai air dan saluran untuk turunnya air, dalam hal berupa kekar, maka Ni yang terbawa oleh air turun ke bawah, lambat laun akan terkumpul di zona air sudah tidak dapat turun lagi dan tidak dapat menembus bedrock (Harzburgit). Ikatan dari Ni yang berasosiasi dengan Mg, SiO dan H akan membentuk mineral garnierit dengan rumus kimia (Ni,Mg)Si4O5(OH)4. Apabila proses ini berlangsung terus menerus, maka yang akan terjadi adalah proses pengkayaan supergen (supergen enrichment). Zona pengkayaan supergen ini terbentuk di zona saprolit. Dalam satu penampang vertikal profil laterit dapat juga terbentuk zona pengkayaan yang lebih dari satu, hal tersebut dapat terjadi karena muka air tanah yang selalu berubah-ubah, terutama dari perubahan musim.

Dibawah zona pengkayaan supergen terdapat zona mineralisasi primer yang tidak terpengaruh oleh proses oksidasi maupun pelindihan, yang sering disebut sebagai zona Hipogen, terdapat sebagai batuan induk yaitu batuan Harzburgit.
3.
Faktor-faktor Utama Pembentukan Endapan Nikel Laterit
Faktor-faktor utama pembentukan bijih nikel laterit (www.wikipedia.co.id) adalah :

a. Batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel laterit, macam batuan asalnya adalah batuan ultrabasa. Dalam hal ini pada batuan ultrabasa tersebut : terdapat elemen Ni yang paling banyak diantara batuan lainnya, mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil, seperti olivin dan piroksin, mempunyai komponen-komponen yang mudah larut dan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.
b. Iklim. Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan.
c. Reagen-reagen kimia dan vegetasi. Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2 memegang peranan penting didalam proses pelapukan kimia. Asam-asam humus menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat merubah pH larutan dan erat kaitannya dengan vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan : penetrasi air dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan, akumulasi air hujan akan lebih banyak, humus akan lebih tebal Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana hutannya lebat pada lingkungan yang baik akan terdapat endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi mekanis.
d. Struktur yang sangat dominan adalah struktur kekar (joint) dibandingkan terhadap struktur patahannya. Seperti diketahui, batuan beku mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih memudahkan masuknya air dan berarti proses pelapukan akan lebih intensif.

e. Topografi. setempat akan sangat mempengaruhi sirkulasi air beserta reagen-reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan sehingga akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi andapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada daerah yang curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur lebih banyak daripada air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan kurang intensif.
f. Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi.

4.
Geostatistik
Geostatistik awalnya didefinisikan oleh Matheron sebagai ``penerapan metode probabilistik untuk variabel yang terregionalisasi (data spasial)''. Berbeda dengan statistik konvensional, apakah itu suatu kompleksitas dan ketidakberaturan fenomena real, geostatistik dapat digunakan untuk menampilkan suatu struktur dari korelasi spasial (Warmada, 2004).

a.
Pengertian Geostatistik
Geostatistik merupakan suatu disiplin yang menerapkan bermacam-macam metode kriging untuk interpolasi spasial optimal (Carr, 1995). Sedangkan Matheron (1963) mendefinisikan geostatistik adalah ilmu yang khusus mempelajari distribusi dalam ruang, yang sangat berguna untuk insinyur tambang dan ahli geologi, seperti grade, ketebalan, akumulasi dan termasuk semua aplikasi praktis untuk masalah-masalah yang muncul di dalam evaluasi endapan bijih.
Warmada (2004) menjelaskan bahwa Geostatistik pada awalnya dikembangkan pada industri mineral untuk melakukan perhitungan cadangan mineral, seperti emas, perak, platina. D.K. Krige, seorang insinyur pertambangan Afrika Selatan, mendekatkan masalah ini dari titik pandang probabilistik yang kemudian oleh George Matheron, seorang insinyur dari Ecoles des Mines, Fontainebleau, Perancis, memberikan perhatian pada pekerjaan Krige dan menerapkan teori probabilistik dan statistik untuk memformulasikan pendekatan Krige dalam perhitungan cadangan bijih, yang dikenal dengan metode kriging.
Penerapan geostatistik secara praktis saat ini dapat dikatakan tak terbatas. Setiap eksperimen yang dibuat dalam kerangka ruang (seperti data dalam koordinat ruang dan nilai) dapat menggunakan geostatistik sebagai alat bantu untuk mengolah dan menginterpretasikannya. Yang membuat geostatistik sangat berguna adalah kemampuannya untuk mengkarakterisasi dalam artian penerapan struktur spasial dengan model probabilistik secara konsisten. Struktur spasial ini dikarakterisasi oleh variogram. Secara mendasar, ada dua macam metode yang didasarkan pada variogram dan covariance.
Untuk pemetaan dan estimasi, variogram dapat digunakan untuk menginterpolasi antara titik data (kriging). untuk mengkarakterisasi suatu ketidaktentuan pada estimasi (volume kadar di atas cut-off), variogram yang sama dapat digunakan. Sebagai suatu ilmu dasar, tidak ada batas dalam penggunakan geostatistik untuk bidang tertentu. Geostatistik dapat digunakan pada bidang-bidang: industri pertambangan, perminyakan dan lingkungan.
b.
Varians Dispersi dan Varians Estimasi pada Geostatistik
Pada geostatistik, nilai contoh merupakan suatu fungsi dari posisinya dalam endapan (peubah terregional), dan peubah relatif contoh ikut dipertimbangkan. Kesamaan nilai-nilai contoh yang merupakan fungsi jarak antar contoh serta yang saling berhubungan ini merupakan dasar teori geostatistik, seperti pada :

1. Varians Dispersi. Varians yang memberikan suatu informasi tentang besarnya pencaran harga yang ada : misalnya kadar blok-blok penambangan pada suatu daerah pertambangan, kadar suatu material dalam dump truck.

Jika diketahui v adalah besaran contoh, V adalah blok penambangan dan W adalah besaran seluruh endapan bahan galian, maka sesuai dengan rumus dasar varians dispersi akan diperoleh persamaan :

σ2D (v / W) = σ2D (v / V) + σ2D (V / W)

Yang berarti, bahwa varians contoh terhadap endapan bijih adalah varians contoh terhadap blok ditambah dengan varians blok terhadap endapan bijih. Dalam hal ini varians contoh terhadap tubuh bijih lebih besar daripada varians blok terhadap tubuh bijih :

σ2D (contoh / tubuh bijih) < σ2D (blok / tubuh bijih)

Hubungan ini disebut juga hubungan Volume Varians

2. Varians Estimasi. Estimasi suatu cadangan dicirikan oleh suatu ekstensi satu atau beberapa harga yang diketahui terhadap daerah disekitarnya yang tidak dikenal. Suatu harga yang diketahui (diukur pada contoh inti, atau pada suatu blok) diekstensikan terhadap bagian-bagian yang tidak diketahui pada suatu endapan bijih.
Ada beberapa cara estimasi yang sudah dikenal pada kegiatan pertambangan antara lain :
a. Estimasi kadar rata-rata suatu cadangan bijih berdasarkan rata-rata suatu kadar (misalnya didapat dari analisa contoh pemboran / sumur uji).
b. Estimasi endapan bijih pada suatu tambang atau blok-blok penambangan dengan pertolongan poligon sebagai daerah pengaruh yang antara lain didasari oleh titik-titik pengamatan berikutnya atau pembobotan secara proporsional yang berbanding terbalik dengan jarak.
Untuk estimasi menggunakan satu contoh, dimana harga tersebut diekstensikan ke suatu volume yang lebih besar dikenal dengan istilah ekstensi dan varians ekstensi. Sedangkan estimasi berdasarkan beberapa contoh, dimana harga-harga contoh tersebut diekstensikan ke suatu volume dikenal dengan estimasi dan varians estimasi.

Genesa Nikel

GENESA NIKEL LATERIT



Endapan nikel laterit merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan ultramafik pembawa Ni-Silikat. Umumnya terdapat pada daerah dengan iklim tropis sampai dengan subtropis. Pengaruh iklim tropis di Indonesia mengakibatkan proses pelapukan yang intensif, sehingga beberapa daerah di Indonesia memiliki profil laterit (produk pelapukan) yang tebal dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil nikel laterit yang utama. Proses konsentrasi nikel pada endapan nikel laterit dikendalikan oleh beberapa faktor yaitu, batuan dasar, iklim, topografi, airtanah, stabilitas mineral, mobilitas unsur, dan kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap tingkat kelarutan mineral.


Genesa Umum NikelLaterit Berdasarkan cara terjadinya, endapan nikel dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu endapan sulfida nikel – tembaga berasal dari mineral pentlandit, yang terbentuk akibat injeksi magma dan konsentrasi residu (sisa) silikat nikel hasil pelapukan batuan beku ultramafik yang sering disebut endapan nikel laterit. Menurut Bateman (1981), endapan jenis konsentrasi sisa dapat terbentuk jika batuan induk yang mengandung bijih mengalami proses pelapukan, maka mineral yang mudah larut akan terusir oleh proses erosi, sedangkan mineral bijih biasanya stabil dan mempunyai berat jenis besar akan tertinggal dan terkumpul menjadi endapan konsentrasi sisa. Air permukaan yang mengandung CO2 dari atmosfer dan terkayakan kembali oleh material – material organis di permukaan meresap ke bawah permukaan tanah sampai pada zona pelindihan, dimana fluktuasi air tanah berlangsung. Akibat fluktuasi ini air tanah yang kaya akan CO2 akan kontak dengan zona saprolit yang masih mengandung batuan asal dan melarutkan mineral – mineral yang tidak stabil seperti olivin / serpentin dan piroksen. Mg, Si dan Ni akan larut dan terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan memberikan mineral – mineral baru pada proses pengendapan kembali (Hasanudin dkk, 1992). Boldt (1967), menyatakan bahwa proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik (peridotit, dunit, serpentin), dimana pada batuan ini banyak mengandung mineral olivin, magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya banyak mengandung 0,30 % nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritik. Air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara luar dan tumbuh – tumbuhan, akan menghancurkan olivin. Terjadi penguraian olivin, magnesium, besi, nikel dan silika kedalam larutan, cenderung untuk membentuk suspensi koloid dari partikel – partikel silika yang submikroskopis. Didalam larutan besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air dengan membentuk mineral – mineral seperti karat, yaitu hematit dan kobalt dalam jumlah kecil, jadi besi oksida mengendap dekat dengan permukaan tanah.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEguDB08AbWXxHgwKsjZEDGpjkCUt18MoF53VI0KQEHEeDrDbjaSNY1lOz_C72zxN-zqLt7_BAwM-rtFmkugEDXVQbkI7ak56wRtkq7x8X2tX3S0haksKXPaFbbom1rEcYlj4ox4WvFuXUM/s320/later+%28WinCE%29.jpg

Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan silika pada profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam dan lembab serta membentuk konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co (Rose et al., 1979 dalam Nushantara 2002) . Proses pelapukan dan pencucian yang terjadi akan menyebabkan unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co terkayakan di zona limonit dan terikat sebagai mineral – mineral oxida / hidroksida, seperti limonit, hematit, dan Goetit (Hasanudin, 1992).

Endapan bijih nikel laterit, yaitu bijih nikel yang terbentuk sebagai hasil pelapukan batuan ultramafik dan terkonsentrasi pada zona pelapukan (Peters, 1978).

Zona konsentrasi laterit pada daerah penelitian adalah sebagai berikut:

v Surface

merupakan tanah penutup dan tidak memiliki kandungan nikel. Ketebalan rata-rata 0,06 meter.

v Pisolite Horison

merupakan zona laterit dengan kadar besi yang tinggi (> 50%), kandungan nikel dari 0,4% - 0,8%. Ketebalan rata-rata 6,36 meter

v Limonit (Ferralite) Horizon

merupakan zona laterit dengan kadar nikel dari 0,8% - 2% dan kandungan besi 25% - 50%. Ketebalan rata-rata 12,21 meter

v Saprolit Horizon

merupakan zona laterit dengan kadar nikel lebih dari 2% dan kandung besi 10% - 25%. Ketebalan rata-rata 2,2 meter

v Unweathered Ultramafik

merupakan batuan dasar (Harzburgit) yang belum mengalami pelapukan.


Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan bijih nikel laterit ini adalah:


A. Batuan asal

Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel laterit, macam batuan asalnya adalah batuan ultra basa. Dalam hal ini pada batuan ultra basa tersebut: - terdapat elemen Ni yang paling banyak diantara batuan lainnya - mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil, seperti olivin dan piroksin - mempunyai komponen-komponen yang mudah larut dan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.

B. Iklim

Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan.

C. Reagen-reagen kimia dan vegetasi

Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2 memegang peranan penting didalam proses pelapukan kimia. Asam-asam humus menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat merubah pH larutan. Asam-asam humus ini erat kaitannya dengan vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan: • penetrasi air dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan • akumulasi air hujan akan lebih banyak • humus akan lebih tebal Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana hutannya lebat pada lingkungan yang baik akan terdapat endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi mekanis.

D. Struktur

Struktur yang sangat dominan yang terdapat didaerah Polamaa ini adalah struktur kekar (joint) dibandingkan terhadap struktur patahannya. Seperti diketahui, batuan beku mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih memudahkan masuknya air dan berarti proses pelapukan akan lebih intensif.

E. Topografi

Keadaan topografi setempat akan sangat mempengaruhi sirkulasi air beserta reagen-reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan sehingga akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi andapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada daerah yang curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur (run off) lebih banyak daripada air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan kurang intensif.

F. Waktu

Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi.





Profil nikel laterit keseluruhan terdiri dari 4 zona gradasi sebagai berikut :

1) Iron Capping

merah tua, merupakan kumpulan massa goethite dan limonite. Iron capping mempunyai kadar besi yang tinggi tapi kadar nikel yang rendah. Terkadang terdapat mineral-mineral hematite, chromiferous.

2) Limonite Layer

fine grained, merah coklat atau kuning, lapisan kaya besi dari limonit soil menyelimuti seluruh area. Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal, dan sempat hilang karena erosi. Sebagian dari nikel pada zona ini hadir di dalam mineral manganese oxide, lithiophorite. Terkadang terdapat mineral talc, tremolite, chromiferous, quartz, gibsite, maghemite.

3) Silika Boxwork

putih – orange chert, quartz, mengisi sepanjang fractured dan sebagian menggantikan zona terluar dari unserpentine fragmen peridotite, sebagian mengawetkan struktur dan tekstur dari batuan asal. Terkadang terdapat mineral opal, magnesite. Akumulasi dari garnierite-pimelite di dalam boxwork mungkin berasal dari nikel ore yang kaya silika. Zona boxwork jarang terdapat pada bedrock yang serpentinized.

4) Saprolite : campuran dari sisa-sisa batuan, butiran halus limonite, saprolitic rims, vein dari endapan garnierite, nickeliferous quartz, mangan dan pada beberapa kasus terdapat silika boxwork, bentukan dari suatu zona transisi dari limonite ke bedrock. Terkadang terdapat mineral quartz yang mengisi rekahan, mineral-mineral primer yang terlapukkan, chlorite. Garnierite di lapangan biasanya diidentifikasi sebagai kolloidal talc dengan lebih atau kurang nickeliferous serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.

5) Bedrock : bagian terbawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah yang lebih besar dari 75 cm dan blok peridotit (batuan dasar) dan secara umum sudah tidak mengandung mineral ekonomis (kadar logam sudah mendekati atau sama dengan batuan dasar). Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi oleh mineral garnierite dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab adanya root zone yaitu zona high grade Ni, akan tetapi posisinya tersembunyi.















Zone bawah

(III)




2. PENGERTIAN CADANGAN

Menurut Mc Kelvey, 1973, cadangan dibedakan atas dua pengertian yaitu sumber daya (resources) dan cadangan (reserves).

Sumber daya

adalah akumulasi (longgokan) zat padat, cair atau gas yang terbentuk secara alamiah, terletak di dalam atau di permukaan bumi, terdiri dari satu jenis atau lebih komoditas, dapat diperoleh secara nyata dan bernilai ekonomis.

Cadangan

adalah bagian dari sumber daya teridentifikasi dari suatu komoditas mineral yang ekomonis dan tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dan kebijaksanaan pada saat itu. Untuk beberapa jenis endapan mineral, istilah “reserve” disepadankan dengan “ore” atau cadangan bijih.






Klasifikasi Cadangan







Mc Kelvey, 1973, membuat klasifikasi cadangan dan sumber daya mineral sebagai mana yang terdapat pada tabel berikut;

Pengertian-pengertian dalam tabel diatas adalah sebagai berikut:

A. Sumber daya (resources)

Adalah akumulasi (longgokan) zat padat, cair atau gas yang terbentuk secara alamiah, terletak di dalam atau di permukaan bumi, terdiri dari satu jenis atau lebih komoditas, dapat diperoleh secara nyata dan bernilai ekonomis.


B. Sumber daya teridentifikasi (identified resources)

Adalah endapan mineral yang diketahui nyata, baik jenis, bentuk, kedudukan maupun kuantitas dan kualitasnya. Dasarnya petunjuk geologi, pengambilan conto dan pengukuran teknis bermetoda.

C. Sumber daya tak teridentifikasi (undiscovered resources)

Adalah zona endapan mineral yang belum diketahui secara nyata, baik bentuk, kedudukan maupun kuantitas dan kualitasnya. Terbentuknya endapan mineral hanya diperkirakan berdasarkan teori-teori geologi secara garis besar.

D. Cadangan (reserves)

Adalah bagian dari sumber daya teridentifikasi dari suatu komoditas mineral yang ekomonis dan tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dan kebijaksanaan pada saat itu. Untuk beberapa jenis endapan mineral, istilah “reserve” disepadankan dengan “ore” atau cadangan bijih


E. Sumber daya teridentifikasi sub ekonomis (identified sub ekonomis resources)

Adalah sumber daya (bukan cadangan) yang dapat menjadi cadangan dengan perubahan ekonimi, harga, teknologi serta tidak bertentangan dengan ketentuan hukum/kebijaksanaan pada saat itu.

F. Cadangan terunjuk (demonstrated reserves)

Adalah sumber daya teridentifikasi yang tonase dan kadarnya diketahui dari pengukuran nyata, pengambilan conto, data produksi terperinci dan proyeksi data geologi. Dibagi dua yaitu cadangan terukur (measured reserves) dan cadangan teridentifikasi (indicated reserves)

G. Cadangan terukur (measured reserves)

Adalah cadangan yang kuantitasnya dihitung berdasarkan hasil pengukuran nyata. Pengukuran singkapan, paritan, terowongan dan pemboran. Kadar dari hasil pengambilan conto yang berpola. Jarak titik-titik pengambilan conto dan pengukuran relatif dekat dan terperinci sehingga model geologi endapan mineral tersebut dapat diketahui dengan jelas. Begitu juga struktu, jenis, komposisi, kadar, ketebalan, kedudukan dan kelanjutan dari longgokan (akumulasi) mineral serta batas-batasnya dapat ditentukan dengan tepat. Kesalahan perhitungan, baik kuantitas maupun kualitasnya dibatasi tidak lebih dari 20%.

H. Cadangan teridentifikasi (indicated reserves)

Adalah cadangan yang tonase dan kadarnya sebagian berdasarkan perhitungan dari pengambilan conto atau dari data produksi. Sebagian lainnya berdasarkan proyeksi keadaan geologi setempat dengan jarak tertentu. Titik-titik pengambilan conto dan pengukurannya relatif tidak begitu dekat sehingga struktur, kadar, ketebalan, kedudukan dan kelanjutan dari longgokan mineral serta batas-batasnya belum dapat ditentukan dengan tepat.

I. Cadangan tereka (inferred reserves)

Adalah cadangan yang diperhitungkan kuantitasnya berdasarkan pengetahuan keadaan geologi. Begitu juga kelanjutan longgokan mineral serta batas-batas endapan tersebut. Kadar diperhitungkan berdasarkan beberapa titik pengambilan conto dan hasil pengukuran, tetapi sebagian besar berdasarkan kesamaan ciri-ciri subzona geologi endapan.

J. Para marginal

Adalah sumber daya sub ekonomis yang berbatasan langsung dengan cadangan yang bernilai ekonomis/menguntungkan. Tidak menguntungkan saat ini oleh ketentuan hukum dan kebijakan pemerintah yang mengijinkan pengelolaannya



K. Sub marginal

Adalah sumber daya sub ekonomis yang dapat bernilai ekonomis/menguntungkan, apabila keadaan harga komoditas tersebut pada tingkat yang menguntungkan, atau karena kemajuan teknologi sehingga mengakibatkan penekanan biaya penambangan dan pengelolaannya.

L. Sumber daya hipotetik (hypothetical resources)

Adalah sumber daya tak teridentifikasi, diharapkan menjadi zona pengembangan endapan mineral teridentifikasi. Sebagian besar berdasarkan keadaan geologi umum. Dapat menjadi sumber daya teridentifikasi dengan eksplorasi lanjut.

M. Sumber daya spekulatif (speculative resources)

Adalah sumber daya tak teridentifikasi, masih mungkin ditemukan pada zona geologi dari sumber daya yang telah ditahui. Sumber daya ini belum diketahui jenis dan sifatnya, hanya diperkirakan menjadi sumber daya. Dapat menjadi sumber daya teridentifikasi dengan eksplorasi lanjut.






Endapan Nikel Laterit

Laterit berasal dari bahasa latin yaitu later, yang artinya bata (membentuk bongkah - bongkah yang tersusun seperti bata yang berwarna merah bata) (Guilbert dan Park, 1986). Hal ini dikarenakan tanah laterit tersusun oleh fragmen - fragmen batuan yang mengambang diantara matriks, seperti bata diantara semen.

Smith (1987), menyatakan bahwa laterit merupakan produk akhir dari pelapukan dan dalam hal ini dibedakan oleh kehadiran dari Fe (besi) pada bagian atas dan lapisan kaya Al (aluminium) dan bersifat keras dan oksidasi terjadi di atas lapisan kaya silika.

Ni-laterit berdasarkan komposisi bijih dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : nickelliferous iron laterite dan nickel-silicate laterites.